Berdirinya Palang Merah di Indonesia
sebetulnya sudah dimulai sebelum Perang Dunia II, tepatnya 12 Oktober
1873.Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan
namaNederlandsche Roode Kruis Afdeeling Indië (NERKAI) yang kemudian
dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.
Perjuangan mendirikan Palang Merah
Indonesia (PMI) diawali 1932. Kegiatan tersebut dipelopori dr RCL Senduk dan dr Bahder
Djohan dengan membuat rancangan pembentukan PMI. Rancangan tersebut mendapat
dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke
dalam Sidang Konferensi Narkei pada 1940, akan tetapi
ditolak mentah-mentah.
Rancangan tersebut disimpan menunggu saat
yang tepat. Seperti tak kenal menyerah pada saat pendudukan Jepang mereka
kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi
upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk yang
kedua kalinya rancangan tersebut kembali disimpan.
Proses pembentukan PMI dimulai 3 September 1945
saat itu Presiden
Soekarno memerintahkan Dr Boentaran (Menkes RI Kabinet
I) agar membentuk suatu badan Palang Merah Nasional.
Dibantu Panitia lima orang terdiri atas dr
R Mochtar sebagai Ketua, dr
Bahder Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu dr
Djoehana Wiradikarta, dr Marzuki, dr Sitanala, mempersiapkan terbentuknya
Perhimpunan Palang Merah Indonesia. Tepat sebulan setelah kemerdekaan RI, 17
September 1945,
PMI terbentuk. Peristiwa bersejarah tersebut hingga saat ini dikenal sebagai
Hari PMI.
Peran PMI adalah membantu pemerintah di
bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana
dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah
diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No
59.
Sebagai perhimpunan nasional yang sah, PMI
berdiri berdasarkan Keputusan Presiden No 25 tahun 1925 dan dikukuhkan
kegiatannya sebagai satu-satunya organisasi perhimpunan nasional yang
menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keputusan Presiden No 246 tahun 1963.
Dalam berbagai kegiatan PMI komitmen
terhadap kemanusiaan seperti Strategi 2010 berisi tentang memperbaiki hajat
hidup masyarakat rentan melalui promosi prinsip nilai kemanusiaan,
penanggulangan bencana, kesiapsiagaan penanggulangan bencana, kesehatan dan perawatan
di masyarakat, Deklarasi Hanoi (United for Action) berisi penanganan program
pada isu-isu penanggulangan bencana, penanggulangan wabah penyakit, remaja dan
manula, kemitraan dengan pemerintah, organisasi dan manajemen kapasitas sumber
daya serta humas dan promosi, maupun Plan of Action merupakan
keputusan dari Konferensi Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah ke-27 di Jenewa Swiss tahun
1999.
Dalam konferensi tersebut Pemerintah
Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan ikrar di bidang kemanusiaan.Hal ini sangat sejalan dengan tugas pokok
PMI adalah membantu pemerintah Indonesia di bidang sosial kemanusiaan terutama
tugas-tugas kepalangmerahan yang meliputi: Kesiapsiagaan Bantuan dan
Penanggulangan Bencana, Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Sukarelawan, Pelayanan
Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat, Pelayanan Transfusi Darah. Kinerja PMI
dibidang kemanusiaan dan kerelawanan mulai dari tahun 1945 sampai dengan saat
ini antara lain sebagai berikut:
- Membantu saat terjadi peperangan/konflik. Tugas kemanusiaan yang dilakukan PMI pada masa perang kemerdekaan RI, saat pemberontakan RMS, peristiwa Aru, saat gerakan koreksi daerah melalui PRRI di Sumbar, saat Trikora di Irian Jaya, Timor Timurdengan operasi kemanusiaan di Dilli, pengungsi di Pulau Galang.
- Membantu korban bencana alam. Ketika gempa terjadi di Pulau Bali (1976), membantu korban gempa bumi (6,8 skala Richter) di Kabupaten Jayawijaya, bencana Gunung Galunggung (1982), Gempa di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di Banyuwangi(1994), gempa di Bengkulu dengan 7,9 skala Richter (1999), konflik horizontal di Poso-Sulteng dan kerusuhan di Maluku Utara(2001), korban gempa di Banggai di Sulawesi Tengah (2002) dengan 6,5 skala Richter, serta membantu korban banjir diLhokseumawe Aceh, Gorontalo, Nias, Jawa Barat, Tsunami diNangroe Aceh Darussalam, Pantai Pangandaran, dan gempa bumi di DI Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Semua dilakukan jajaran PMI demi rasa kemanusiaan dan semangat kesukarelawanan yang tulus membantu para korban dengan berbagai kegiatan mulai dari pertolongan dan evakuasi, pencarian, pelayanan kesehatan dan tim medis, penyediaan dapur umum, rumah sakit lapangan, pemberian paket sembako, pakaian pantas pakai dan sebagainya.
- Transfusi darah dan kesehatan.
Pada tahun 1978
PMI memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertama kalinya kepada donor darah
sukarela sebanyak 75 kali. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980
telah diatur tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah.
Keberadaan Unit Transfusi Darah PMI diakui telah banyak memberikan manfaat dan
pertolongan bagi para pasien/penderita sakit yang sangat membutuhkan darah.
Ribuan atau bahkan jutaan orang terselamatkan jiwanya berkat pertolongan Unit
Transfusi Darah PMI. Demikian pula halnya dengan pelayanan kesehatan, hampir di
setiap PMI di berbagai daerah memiliki poliklinik secara lengkap guna
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara murah.
0 komentar:
Posting Komentar